Lima Jaringan Teroris Main Fintech

JAKARTA – Lima jaringan teroris diduga melakukan penggalangan dana melalui fintech, crowdfunding dan organisasi nirlaba. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan PPATK didorong untuk melakukan pelacakan.

“Kami meminta BNPT untuk terus meningkatkan koordinasi dengan lembaga terkait khususnya PPATK guna melacak sinyalemen yang ada,” kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/4).

Dikatakannya, kecurigaan itu sejalan dengan penggalangan dana melalui kampanye di media sosial dengan modus bantuan kemanusiaan untuk bencana alam, korban konflik Palestina dan Suriah, warga terpapar COVID-19 hingga berkedok bantuan panti asuhan.

“Kecenderungan ini diiringi dengan perubahan rekrutmen, pengumpulan donasi, lokasi berkumpul dan metode kerja,” jelasnya.

Bahkan ditenggarai masih ada operasi lainnya dengan memanfaatkan beberapa momentum. Cara-cara itu biasa dimainkan lima kelompok teroris dengan menyebar propaganda radikal melalui dunia maya.

“Kecenderungan operasi gelap ini yang dilakukan di kawasan kota,” ujarnya.

Disebutkannya, lima jaringan teroris tersebut yakni Negara Islam Indonesia (NII) dan Jamaah Islamiyah (JI). Lalu Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang diyakini masih aktif. MMI disebut-sebut terafiliasi dengan Al-Qaeda di Suriah dan Front Al-Nusrah.

“Dari literasi yang ada MMI merupakan organisasi pengembangan dari Darul Islam dan kemudian berubah nama lagi menjadi Jamaah Ansharut Tauhid (JAT),” katanya.

Kemudian kelompok JAT. Kelompok JAT dalam perkembangannya melahirkan kelompok teroris lainnya yakni Jamaah Ansharut Syariah (JAS) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Terakhir, kecurigaan Azis terhadap Jamaah Ansharut Khilafah (JAK). JAK sendiri telah ada di Indonesia sejak 2016 dan mendapuk diri dengan nama JAK Nusantara. Kelompok ini dipimpin oleh Bahrunnaim yang merupakan Khatibah Nusantara ISIS Indonesia.

“Gerakannya mulai redup. Namun ada beberapa tokoh yang menyebar di kawasan barat dan timur Indonesia. Mereka menamakan dirinya JAK Masyriq dan JAK Maghrib. Kelompok ini, sangat erat dengan JAD,” ujarnya.

Azis merinci salah satu metode yang kecenderungannya menyasar “captive audience”. Sebuah pola yang targetnya menyasar kelompok yang kerap menghabiskan waktu di ruang maya.

“Ini menjadi kewaspadaan kita bersama. Bahkan dari perkembangan yang ada sejumlah analisis terorisme internasional telah membedah pola rekrutmen baru ini,” katanya.

Dia juga mengimbau agar masyarakat tetap waspada pada pola sasaran “captive audience”. Jaringan teroris akan tetap menekankan penyebaran narasi-narasi yang mampu memengaruhi seseorang.

“Dilanjutkan dengan ajakan, bergabung dalam grup WhatsApp hingga diajarkan merakit bom hingga doktrin menjadi pengantin sebuah istilah lama yang mereka adopsi,” katanya.(gw/fin)

Beri komentar :
Share Yuk !