Pedagang Sapi Pilih Jual Cepat Meski Risiko Rugi

BANJARNEGARA – Pedagang sapi memilih menjual menjual cepat namun dibayar lunas, meskipun kadang merugi daripada sapi dibawa namun tidak menerima bayaran. Sebab dikhawatirkan akan sulit ditagih jika pembayarannya tidak lunas atau bahkan jika tanpa uang muka.

Pedagang sapi di Pasar Hewan Petambakan Susanto memilih menjual rugi sapinya asalkan bayarannya lunas.

“Hari ini bawa empat ekor sapi. Sudah laku, ada yang rugi. Bakul ya ada yang rugi, ada yang untung,” kata dia, Senin (8/8).

Dia mengaku rugi karena sapi yang dibeli Rp 13 juta dijual 12 juta. Namun tidak semua transaksinya merugi. “Ada yang 15 dijual 17 juga ada,” ungkapnya.

Susanto mengaku lebih baik rugi tapi dibayar lunas. Daripada dibeli lebih mahal tapi bayannya menunggu Senin depan. Kalau dibayar lunas, dia tidak khawatir ditipu atau sulit ditagih. Sebab banyak yang bawa sapi yang dibawa, kemudian sulit ditagih.

“Kalau siang, katanya bakul uangnya sudah habis. Bayarnya Senin depan. Lah mending rugi Rp 2 juta tapi terima uang. Daripada tidak lunas,” ungkapnya.

Menurut dia, sapi yang laku siang hari bobotnya akan berkurang, paling tidak turun 10 kilogram. Berat sapi menurun karena mengeluarkan kotoran dan urine serta tidak makan beberapa jam.

Menurut dia, peternak masih takut dampak penyakit mulut dan kuku (PMK). Sehingga transaksi kebanyakan antar pedagang atau untuk dipotong.
“Peternak masih takut,” kata dia.

Sedangkan pedagang membeli sapi untuk stok.
Untuk saat ini, harga sapi hidup lebih rendah dibandingkan jelang Idul Adha beberapa waktu lalu. Saat Idul Adha, antara Rp 45 ribu sampai Rp 52,5 ribu per kilogram untuk sapi berkualitas super. Sedangkan saat ini Rp 45 ribu sampai Rp 47 per kilogram.

“Kalau sapi yang besar ditimbang, ngga jogrogan,” terangnya.

Sebab kalau tidak ditimbang, ada yang rugi, kadang pedagang, kadang pembelinya.

Seorang pedagang sapi lainnya Aris Sujono mengatakan saat ini kondisi kurang menguntungkan bagi pedagang sapi. Sebab transaksi jual beli kebanyakan antar pedagang dan untuk dipotong. Bukan dibeli oleh peternak untuk dibesarkan atau dikembangbiakkan. Menurut dia, hal ini karena dampak penyakit mulut dan kuku (PMK). Sehingga peternak menunggu agar wabah terkendali atau hilang. (drn)

Beri komentar :
Share Yuk !