Psikolog Minta Psikologi Klinis Dikecualikan dalam RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi

BANJARNEGARA – Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia meminta psikolog klinis dikecualikan dari RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi. Hal tersebut disampaikan Ketua IPK Indonesia Wilayah Jateng Gones Saptowati saat uji publik RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi di UNS Surakarta pada (27/5).

Baca Juga : Masih Ditemukan Migor Curah Melampaui HET

Uji publik ini diselenggarakan oleh Panja RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi di Komisi X DPR RI.
Dikatakan, permintaan pengecualian pengaturan psikolog klinis dari pengaturan RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi merupakan sikap dari IPK Indonesia sebagai organisasi profesi Psikolog Klinis di Indonesia.

Menurutnya, draf RUU PLP tidak selaras dengan peraturan perundangan yang sudah ada sebelumnya terkait pendidikan tenaga kesehatan, standar layanan tenaga kesehatan, pendaftaran dan perizinan tenaga kesehatan, termasuk dalam pengaturan organisasi profesi tenaga kesehatan.

Dalam draf RUU PLP, pendidikan profesi psikologi tidak sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam draf RUU PLP, pendidikan profesi hanya bisa diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan induk organisasi profesi. Padahal dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, pendidikan profesi dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi dengan bekerja sama berbagai pihak antara lain kementerian, LPNK (Lembaga Pemerintah Non Departemen) dan atau organisasi profesi.

Istilah induk organisasi profesi dalam draf RUU PLP merupakan istilah yang tidak lazim karena organisasi profesi selazimnya adalah organisasi dengan satu profesi homogen bukan sebuah perkumpulan organisasi profesi yang heterogen.

Saat ini psikolog klinis telah memiliki satu organisasi profesi homogen yaitu Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia yang didirikan atas amanat UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. IPK Indonesia di bawah pembinaan dan pengawasan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Baca Juga : Pelaku Salah Tembak Terancam Pidana Lima Tahun

Surat Tanda Registrasi Psikolog Klinis (STRPK) dan Surat Izin Praktik Psikolog Klinis (SIPPK) diterbitkan oleh Pemerintah, bukan dari Organisasi Psikologi. Registrasi dan penerbitan perizinan Tenaga Kesehatan merupakan kewenangan pemerintah, sebagai upaya melindungi warga negara Indonesia dari tindakan malpraktik.

Sementara dalam draf RUU PLP, Surat Tanda Registrasi berlaku sekaligus menjadi surat izin praktik yang diterbitkan oleh induk organisasi profesi himpunan psikologi. Padahal fungsi dan tujuan keduanya berbeda. Perizinan profesi lazimnya diterbitkan oleh pemerintah untuk melindungi kepentingan publik dari praktik-praktik yang membahayakan warga negaranya.

RUU PLP berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum bagi psikolog klinis karena hanya registrasi STR psikolog yang bekerja di fasilitas layanan kesehatan saja yang dikecualikan. Padahal sebagai tenaga kesehatan, pengaturan psikolog klinis harus tunduk pada semua peraturan dan perundang-undangan rumpun kesehatan yang sudah ada.(drn)

Beri komentar :
Share Yuk !