Penambang Pasir Tolak Larangan Penggunaan Mesin Sedot

PURWOKERTO – Penambang pasir di Banyumas menolak adanya himbauan dari Balai Besar Wilayah Serayu Opak (BBWSOP) tentang pelarangan penggunaan mesin sedot pasir. Kebijakan tersebut disampaikan dalam forum sosialisasi kordinasi pengawasan pemantauan dan penertiban bidang SDA kegiatan usaha pertambangan di Banyumas, Selasa (26/8).

Salah satu penambang rakyat di Banyumas Elko mengungkapkan, penambangan yang dilakukan saat ini sudah sesuai dengan aturan PP no 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Diungkapkan Pasal 48 ayat 4 , PP 23 tahun 2010, pada Bab 3, huruf A, B menjelaskan.

A.Peraturan teknis Sumuran pada IPR ijin pertambangan paling dalam 25 meter.
B. Menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga Mak 25 Horse Power.

Menurut Elko penjelasan dan himbauan dari BBWS SO tentang pelarangan penggunaan mesin mekanik hanya boleh di khususkan untuk logam. Dikatakan Elko juga, PP 23 th 2010, dibuat untuk tatacara pelaksanaan pertambangan mineral dan batu bara bukan hanya tambang logam

Penjelasan pasal tersebut adalah untuk ijin pertambangan rakyat secara umum tidak ada penyebutan khusus untuk tambang logam seperti yang dikehendaki oleh BBWS SO.

Artinya kegiatan yang kami lakukan sudah sesuai aturan penggunaan mesinnya, jika saat ini BBWSO hendak melarang artinya tidak berdasar,” terangnya.

Sementara itu Eddy Wahono yang juga ketua Forum Rembug Masyarakat Pengelolaan Sumberdaya Air Serayu Hilir mengungkapkan masyarakat disulitkan dengan tumpang tindih aturan.Tumpang tindih aturan ini menyebabkan pemerintah juga melakukan pelanggaran terhadap aturan yang dibuat sendiri.

Selama ini rakyat hanya dijadikan objek kebijakan, seharusnya rakyat diberi ruang yang jelas, sehingga bisa menjalankan usaha secara benar, tanpa harus dikorbankan oleh tumpang tindih aturan tersebut.

Penambang Sulit Mendapatkan Ijin dan Payung Hukum

Tumpang tindih tersebut juga terkait adanya usulan Pemda Banyumas pada dekade tahun 2012 melalui dinas ESDM kab Banyumas, tentang peta wilayah pertambangan.
Sehingga muncul Kep Men ESDM no 1.204, tentang peta wilayah pertambangan Jawa Bali.

Diperbaharui dengan Kepmen ESDM No 3672, tahun 2017 perihal peta wilayah pertambangan Jawa Bali, tidak mendasarkan pada Perda RTRW No 10 tahun 2011, di pasal 43 disebutkan, sungai sungai d kab BMS, masuk dalam wilayah pertambangan.

Sesuai UU no 4 th 2009 Tentang pertambangan minerba, yg dimaksud wilayah pertambangan, ada tiga yakni 1 wilayah pencadangan negara, 2 Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP), 3, Ijin Pertambangan Rakyat (IPR).

Ditambahkan lagi, Pergub Jateng tentang PTSP No 18 Tahun 2017 Pada halaman lampiran 1-9 PTSP tidak melayani IPR. Sehingga ini yg menyebabkan seluruh IPR d Jateng kesulitan untuk mendapatkan perijinan khususnya di Banyumas, kesulitan untuk mendapat perijinan tambang rakyat

Terkait hal tersebut Eddy juga pernah melayangkan surat ke Gubernur Jateng pada 10 Agustus tahun 2019.Diharapkan para pemangku kebijakan, agar memberi pembinaan berdasarkan pada aturan hukum yang sah.

Sedangkan Pergub Jateng No 18 tahun 2016 menjelaskan, penyelenggaraan pelayanan bidang ESDM, pada Bab 1 ketentuan umum pasal 66 wilayah pertambangan rakyat yang disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.

Berarti ESDM diberi kewenangan penyelenggaraan pelayanan. Secara jelas ESDM diberi kewenangan melalui pergub tersebut.

Ini kontradiktif dengan Pergub PTSP No 18 tahun 2017, yang tidak menyebut tentang ijin pertambangan rakyat. Dan hal ini memperkuat tumpang tindih aturan tersebut.

Pemerintah juga diharapkan bisa memberi solusi tentang tumpang tindih aturan tersebut.(saw)

 

Beri komentar :
Share Yuk !