Menyambut Sekolah Ramah Anak (SRA)

Suhardiman, S.PdSMK Negeri 2 BanyumasPegiat pendidikan Dan Guru Bahasa Indonesia

Dalam petunjuk teknis atau Juknis Penyelenggaran Sekolah Ramah Anak (SRA) tahun 2022 2023, dinyatakan ada 4 konsep penting dalam SRA, yakni: mengubah paradigma dari pengajar menjadi pembimbing, orang tua dan sahabat anak, orang dewasa memberikan keteladanan dalam keseharian, memastikan orang dewasa di sekolah terlibat penuh dalam melindungi anak, memastikan orang tua dan anak terlibat aktif dalam memenuhi 6 komponen SRA.

Apa saja komponen Sekolah Ramah Anak atau SRA ? ada 6 komponen yang harus dipenuhi untuk mewujudkan Sekolah Ramah Anak (SRA) yaitu: Pertama, terkait Kebijakan SRA. Kebijakan Sekolah Ramah Anak merupakan suatu komitmen daerah dan sekolah dalam mewujudkan SRA. Ditunjukkan dalam bentuk deklarasi, SK tim SRA, SK Pemerintah Daerah dan kebijakan sekolah lainnya yang berperspektif anak. Kedua, terkait Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak Anak dan SRA. Setidaknya minimal ada 2 orang pendidik/tenaga kependidikan yang terlatih KHA dan SRA. Ketiga, Proses Belajar yang Ramah Anak. SRA ditandai dengan proses belajar dan mengajar yang menyenangkan. Proses pendisiplinan yang dilakukan tanpa merendahkan martabat anak dan tanpa kekerasan.
 
Keempat, Sarana dan Prasarana Ramah Anak. Memastikan menjaga agar sarana prasarana di sekolah nyaman, aman dan tidak membahayakan anak. Seperti pemasangan rambu-rambu di tempat berbahaya, penumpulan ujung meja, toilet bersih dengan air mengalir, pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik dan lain-lain. Kelima, Partisipasi Anak. Anak harus dilibatkan dalam kegiatan perencanaan program serta tata tertib, pelaksanaan dan evaluasi SRA. Anak dijadikan sebagai pengawal SRA dan peer educator.

Hak ini dilakukan agar anak merasa diakui dan dapat berperan aktif dalam mewujudkan Sekolah Ramah Anak. Terakhir atau Keenam adalah Partisipasi Orang Tua, Organisasi Kemasyarakatan, Dunia Usaha, Stakeholder lainnya dan Alumni.

Adanya ketelibatan orangtua, organisasi kemasyarakatan, dunia usia, stakeholder lain dan alumni dalam mendukung sekolah ramah anak, baik berperan memberikan bantuan dalam bentuk sarana maupun kegiatan untuk mewujudkan SRA.

Dalam  UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 adalah pencegahan kekerasan dan perlindungan anak berbasis sekolah. Sekolah Ramah Anak menjadi upaya penyelesaian penghapusan kekerasan berbasis sekolah. Sekolah ramah anak merupakan model sekolah yang memastikan setiap anak secara inklusif berada dalam lingkungan yang aman, nyaman secara fisik, sosial, psikis dan dapat hidup tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai fase perkembangannya. Serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Sekolah Ramah Anak mengikutsertakan orang tua memiliki tanggung jawab bersama dengan sekolah untuk menjaga anak berproses dalam dunia pendidikan. Selain itu, menjunjung prinsip-prinsip tanpa kekerasan dan diskriminasi; Mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Memperhatikan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Penghargaan terhadap pendapat dan partisipasi anak.

Area realisasi Sekolah Ramah Anak meliputi relasi sehari-hari, manajemen dan peraturan sekolah, sarana, prasarana dan lingkungan, kurikulum dan kebijakan. Relasi sehari-hari guru, murid, tenaga kependidikan, serta pihak lain di lingkungan sekolah adil dan setara. Manajemen sekolah dan peraturannya dibuat menggunakan perspektif perlindungan anak.

Sarana dan prasarana sekolah serta lingkungannya diharapkan sesuai dengan keamanan dan kebutuhan anak. Begitu pula kurikulum dan kebijakannya, mengacu pada tujuan kepentingan terbaik bagi anak.  Dalam hal ini  sekolah menjadi tempat pencegahan sekaligus edukasi budaya yang ramah anak dalam bentuk perilaku dan kebiasaan-kebiasaan baik.

Pembiasaan (habituasi) melalui edukasi budaya menyaratkan keaktifan orangtua, guru, karyawan, dan masyarakat dalam menggali nilai-nilai kearifan lokal. Misalnya, ujaran empan papan. Ujaran ini mengisyaratkan bahwa seluruh warga sekolah perlu memahami di mana mereka berada. Keberadaan seseorang akan sangat tergantung pada bagaimana ia mampu memosisikan diri, sehingga orang lain juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Adapun Menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No.8 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak, menyebutkan bahwa prinsip-prinsip sekolah ramah anak adalah sebagai berikut: 

1. Non diskriminasi, menjamin kesempatan setiap anak menikmati hak anak untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi berdasarkan distabilitas, gender, suku bangsa, agama, dan latar belakang orang tua.

2. Kepentingan baik bagi anak, yaitu senantiasa menjadi pertimbangan utama dalam semua keputusan dan tindakan yang diambil oleh pengelola dan penyelenggara pendidikan yang berkaitan dengan anak didik. 

3.Hak untuk tumbuh dan berkembang. Perkembangan adalah menciptakan lingkungan yang menghormati martabat anak dan menjamin perkembangan holistik serta terintegrasi setiap anak.

4.Penghormatan terhadap pandangan anak mencakup penghormatan anak atas hak anak untuk mengekspresikan pandangan dalam segala hal yang mempengaruhi anak di lingkungan sekolah.

5. Pengelolaan yang baik dengan menjamin transparansi, akuntabilitas, partisipasi, keterbukaan informasi dan supremasi hukum di satuan pendidikan.

Dalam konsep empan papan, orangtua, guru, dan karyawan perlu memberi teladan yang baik bagi peserta didik. Guru misalnya, perlu memosisikan diri sebagai sosok yang inspiratif bagi peserta didik. Guru akan menyebarkan salam (kedamaian) melalui tingkah laku keseharian yang terus memotivasi peserta didik untuk mampu berkomunikasi dengan sesamanya.

Pola komunikasi dengan sesama peserta didik perlu diajarkan oleh guru, agar mereka mampu mengurai persoalan hubungan pertemanan dengan bijak. Saat mereka mampu berkomunikasi baik lisan dan bahasa tubuh (verbal maupun nonverbal), maka lingkungan sekolah akan dipenuhi oleh senyawa keakraban dan kekeluargaan yang mendorong semangat belajar dan meraih mimpi. Inilah pentingnya empan papan. Guru dapat memahami dan berkomunikasi dengan bahasa peserta didik. Yaitu bahasa yang mudah dimengerti sesuai dengan usia tumbuh kembang anak.

Sekolah Ramah Anak dengan demikian, merupakan manifestasi cinta kasih sayang seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Saat semua bertindak atas nama cinta, maka sekolah menjadi ruang dinamis yang menjadikan peserta didik betah berlama-lama berinteraksi dengan guru, karyawan, teman, dan lingkungan sekitar. Semoga anak-anak dapat mendapatkan lingkungan yang menyenangkan di sekolah

Beri komentar :
Share Yuk !